imronsenja.blogspot.co.id - Kumpulan Kata-Kata Sujiwo Tejo. Pada Kesempatan kali ini saya akan membagikan kumpulan kata-kata dari Sujiwo Tejo. Seorang budayawan sekaligus Presiden dari Republik Jancukers.
“Ah, kau, rama, titisan dewa, Dewa bisa sempurna. Tapi, kau tak sempurna. Kau cuma manusia. Mengapa kau tak berbahagia menjadi manusia dengan segala ketidaksempurnaanmu seperti juga ketidaksempurnaanku...?”― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Berkali-kali aku bilang, bangsa ini digoblokan dengan pendidikan matematika yang salah. Matematika cuma diajarkan sebagai hitung-hitungan. Bukan sebagai bahasa.”― Sujiwo Tejo, Dalang Galau Ngetwit
“Bahkan dalam banyak kepercayaan dan agama, hal yang musikal dianggap lebih awal dan lebih akhir ketimbang teks kata-kata maupun rupa.”― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Bisikan musikal diberikan kepada orang bahkan semasih ia janin, dan setelah di liang lahat.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Menjadi suami atau istri yang gagal kerap dinilai tak menjaga kehormatan keluarga besar.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Manusia hidup di zamannya. Sampeyan boleh saja hidup lama di luar negeri, tapi jangan sampai terlalu lama hidup di luar zaman.” ― Sujiwo Tejo, Republik #Jancukers
“Ngawur karena benar" adalah jurus terakhir kita setelah mentok pada jurus-jurus lain yang konon sistematis, santun dan berbudi pekerti.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Lama-lama orang males romantis karena entar disebut galau.
Males peduli takut disebut kepo.
Males mendetail takut dibilang rempong.
Males mengubah-ubah point of view dalam debat takut dibilang labil.
Juga, lama-lama generasi mendatang males berpendapat takut dikira curhat.” ― Sujiwo Tejo, Dalang Galau Ngetwit
“Ini "Khotbah Minggu"-ku : Cinta itu penjara dengan kerangkeng kasih sayang, maka kamu sering menangis tanpa merasa dibui.” ― Sujiwo Tejo, Dalang Galau Ngetwit
“Ini "Khotbah Minggu"-ku : Setiap Game Over dalam hidupmu perlu koin untuk berlanjut. Koin itu adalah jiwa pasrah.” ― Sujiwo Tejo, Dalang Galau Ngetwit
“Setiap peristiwa bukanlah awal, bukan pula akhir dari segalanya. Setiap peristiwa bisa merupakan pendahuluan atau akibat dari peristiwa lain.”― Sujiwo Tejo, Tuhan Maha Asyik
“Di negara Jancukers. Allahu Akbar nilainya tinggi, yaitu untuk mengusir penjajah Belanda dulu dan untuk mengusir Jepang. Tidak seperti di negara tetangga, Allahu Akbar dipakai untuk melawan orang makan di warung Tegal.”― Sujiwo Tejo
“Ya kalau nggak bohong mana mungkin seorang lelaki bisa lompat sana lompat sini memadu kasih, bahkan ketika masih berhubungan perempuan-perempuan lain.”― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Hanuman tertarik pada Trijata lantaran Trijata memang lebih hangat ketimbang Sinta. Trijata lebih manusiawi. Sebagai kera, Hanuman rindu pada bau manusia. Hanuman tak mencium bau manusia pada Sinta. Baginya bau Sinta terlalu bau bidadari.”― Sujiwo Tejo, Rahvayana: Aku Lala Padamu
“Semakin tidak menyadari kondisinya, maka semakin buruk kondisi jiwanya - Nova Riyanti Yusuf” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Rama, sebetulnya kau mencintaiku atau mencintai dirimu sendiri sehingga kau begitu hirau dengan gosip rakyatmu bahwa aku sudah tak suci lagi setelah hidup bersama Rahwana?” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“... toh jagat di luar dan jagat di dalam sama saja. Siapa yang mengenal Tuhan akan mengenal dirinya. Siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhan.” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Bukankah hanya pada saat mencemooh, putus asa, marah, dan sejenis itu kita menekankan suku kata terakhir pada kata-kata yang terdiri atas empat suku kata?” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Lagu kebangsaan pastilah bukan semacam sistem demokrasi yang bisa didatangkan dari luar dan harus bisa dipakai oleh seluruh daerah yang tanpa sejarah demokrasi, karena lagu kebangsaan bukan demokrasi yang rasional dan bisa dicapai dengan pembelajaran. Lagu kebangsaan adalah urusan emosional.”― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Banyak umat beragama, menurut perempuan bermonolog itu, yang tak menyembah Tuhan, tapi terjebak menyembah nama Tuhan, bahkan tak enggan berperang lantaran saling berebut nama Tuhan. Mereka seperti para pandita di Hutan Dandaka yang memuja sosok pemuda tampan karena terpesona dan memuja namanya: Rama.”― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Jalan menuju Tuhan sama dengan jalan menuju Roma, Rahwana. Pada akhirnya semua jalan akan menuju Roma. Demikian pula jalan menuju Tuhan. Ada yang melalui jalur filosofis, ada yang melalui jalur cinta. Ada yang reflektif, ada yang afektif. Ada yang religius, ada yang altruis...” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Kesenian yang baik biasanya merupakan biografi senimannya, biografi yang disamar-samarkan di sana sini.”― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Jangan tanya besarnya seseorang dari anaknya sendiri. Di mata keluarganya seorang ayah pasti biasa-biasa saja. Mungkin malah kerdil...” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Pas ditinju, refleks kita ngeles ke kiri atau ke kanan. Bagaimana kita akan mengubahnya dengan menunduk. Wong refleks itu kata para ahli gerakan tak sadar.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Lantas, sekali lagi, bagaimana kita akan mengubah suatu kelaziman kalau yang lazin itu sendiri tak kita sadari?” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Karena hanya kebekuan yang susah memaafkan.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“jangka waktu antara sanjungan dan umpatan demikian tipisnya. manusia bisa pagi memuja, lalu sorenya mendamprat dengan berbagai hujatan” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Minta maaf, dengan segenap konsekuensinya, harusnya mudah dilakukan oleh siapapun yang belum beku.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Bangsa Indonesia bangsa yang cepat nda ingat, walau Abraham Lincoln dan Bung Karno sudah mewanti-wanti jangan gampang lupa sejarah.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“para pemeluk agama pasti marah jika tahu aku mengatakan hal itu, karena mereka hanya memeluk agama, cuma meluk jadi cenggur. beda dengan penyetubuh/pengencuk agama yang paham dengan agamanya hingga bisa klimaks dengan Tuhan. Met pacaran ma Tuhan Cuuk!!” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“hidup itu seperti pergelarn wayang, dimana kamu menjadi dalang atas naskah semesta yang dituliskan oleh tuhan mu." ― Sujiwo Tejo
“Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa rencanakan cintamu untuk siapa... Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap...” ― Sujiwo Tejo
“Tuhan kan nggak mungkin langsung sedekah ke orang-orang, ya kalianlah sedekah duit kalau punya duit, sedekah ilmu, sedekah senyum. Masa sih kalau sudah gitu Tuhan gak bales cintamu? Tapi gak mungkin dia belai-belai langsung rambutmu, sentuh bibirmu. Maka Tuhan ciptakan “wakil”nya, yaitu pacarmu. Maka doalah, “Tuhan, semoga pacarku ini betul-betul orang yang kau pilihkan untukku.” ― Sujiwo Tejo
“Jangan pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu.” ― Sujiwo Tejo
“naskah sutradara kita tahu di depan, naskah Tuhan kita tahu di belakang~” ― Sujiwo Tejo, Dalang Galau Ngetwit
“Intinya, bagimana sembahyang itu bisa mendorong seluruh hatimu untuk menolong orang lain. Itulah inti pergi ke masjid, gereja, wihara, kuil, dan sebagainya.” ― Sujiwo Tejo, Lupa Endonesa
“Bagaimana kebiasaan akan kita ubah kalau kebiasaan itu sendiri sering tak kita sadari?” ― Sujiwo Tejo
“Urakan berbeda dari kurang ajar. Urakan melanggar aturan termasuk aturan berfikir demi mengikuti hati nurani. Kurang ajar melanggar aturan hanya demi melanggar.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Cinta itu takdir. Menikahi itu nasib. Kita bisa melawan nasib, tapi tidak takdir ... Hmmm ... Di dalam cinta, tidak ada yang salah. Ratu Kencono Wungu tak bisa disalahkan. Cinta itu ajaib. Datang dan perginya tak dapat kita rencanakan. Ratu tak salah jika selama masa penantian cintanya di luar rencana ternyata tumbuh ke Damarwulan.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Andai mereka, kaum jomblo itu, ber-Tuhan, masih lumayan. Mereka akan bilang bahwa jodoh itu di tangan Tuhan. Lha, yang atheis jodohnya di tangan siapa?” ― Sujiwo Tejo, Republik #Jancukers
“Benar dan salah tentu ada. Tegakkanlah segitiga. Pada alas ada dua sudut, sudut benar dan sudut salah. Sinta, mari tarik lagi alas segitiga itu ke atas. Makin ke atas, sudut benar dan sudut salah itu semakin dekat. Di puncaknya, kedua sudut itu melenyap. Itulah titik Tuhan.” ― Sujiwo Tejo
“Orang hidup, termasuk saya, toh lebih sering memperhatikan wajah dan sifat-sifat orang lain ketimbang detail-detail selebihnya.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Hidup di alam fana adalah hidup di alam sandiwara. Lebih baik sekalian merias yang sungguh-sungguh sandiwara ketimbang merias yang tampak bukan sandiwara padahal sandiwara juga ...” ― Sujiwo Tejo, Rahvayana 2: Ada yang Tiada
“Ngawur karena benar" adalah jurus terakhir kita setelah mentok pada jurus-jurus lain yang konon sistematis, santun dan berbudi pekerti. Setelah kita endus bahwa di balik kedok tertata, sopan dab bertata krama itu ternyata adalah kepalsuan, ketika itulah ngawurisme bermula.” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Bagaimana kalau uang jajan lebih besar ketimbang uang makan?” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Harusnya kesabaran itu seperti keinginan, tak ada batasnya. Yang bertapal batas cuma kebutuhan” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Saya iri ke Menak Jinggo .... Hidup luntang lantung bagai gelandangan di bawah pohon tapi hatinya penuh cinta. Kami hidup enak di ruang AC, bergemilang duit, tapi cinta kami redup bahkan kering kerontang," ungkap seorang anggota dewan” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Kamu pasti tahu dari buku-buku di perpustakaanmu bahwa orang kalau sudah beragama secara benar, menjadikan Tuhan sebagai kekasihnya, maka cintanya kepada kekasih di dunia ini hanya sekunder!!! Siang dan malam cuma ia ingin mencebur dalam Samudra Tuhan! Cintanya kepada sesama manusia cuma dalam rangka cintanya kepada Tuhan yang menciptakan manusia!” ― Sujiwo Tejo
“Jika kegagalan adalah sukses yang tertunda, berarti bisa kita harapkan kebohongan adalah jujur yang tertunda .... Mengapa kalian pesimistis?” ― Sujiwo Tejo, Ngawur Karena Benar
“Saya sering berharap moga-moga segala kebaikan yang kelak akan saya lakukan adalah kebaikan yang tanpa saya sengaja. Begitu, sehingga luputlah saya dari rasa sombong lantaran merasa sudah berjasa.” ― Sujiwo Tejo
“Kekasihku jangan bersedih tidurlah dan bermimpi, kenegeri kehamparan, kehampaan.. Kasih, Kenegeri Kehamparan, Kehampaan.. Tawa canda. Dan Biar kelak anak-anak mu kan percaya bualan Mu, jangan kau bersedih.....Pada Sebuah Ranjang” ― Sujiwo Tejo